Bengkulu, katakritis.info – Ketegangan geopolitik antara Iran dan Israel semakin memperburuk ketidakpastian ekonomi global, memicu kekhawatiran akan lonjakan harga energi dan perlambatan pertumbuhan di banyak negara. Di tengah dinamika tersebut, Kantor Perwakilan Bank Indonesia (KPw BI) Provinsi Bengkulu menggelar Sarasehan Perekonomian Bengkulu pada Rabu, 18 Juni 2025, bertempat di Hotel Horizon, Kota Bengkulu.
Acara ini mengangkat tema “Sinergi Moneter dan Fiskal: Optimalisasi Pembiayaan Sektor Prioritas untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Daerah yang Inklusif dan Berkelanjutan.” Selain sebagai ruang diskusi, forum ini juga menjadi ajang peluncuran Laporan Perekonomian Provinsi (LPP) edisi Mei 2025 dan Kajian Fiskal Regional (KFR) Triwulan I 2025. Kegiatan ini dihadiri oleh pemerintah daerah, perbankan, OJK, Kementerian Keuangan, pelaku usaha, akademisi, dan pemangku kepentingan lainnya.
Kepala KPw BI Bengkulu, Wahyu Yuwana Hidayat, membuka sarasehan dengan memaparkan proyeksi pertumbuhan ekonomi nasional yang telah dikoreksi ke kisaran 4,6%–5,4%. Koreksi tersebut mempertimbangkan tekanan eksternal seperti perlambatan ekonomi global dan fluktuasi nilai tukar yang terus berlangsung.
Meski demikian, Wahyu menegaskan bahwa perekonomian Indonesia tetap tangguh. Indonesia bahkan menempati peringkat keempat tertinggi di Asia dalam hal pertumbuhan ekonomi, menunjukkan fundamental ekonomi yang masih kuat. Menurutnya, ini menjadi modal penting untuk menghadapi tantangan global ke depan.
Wahyu juga menjelaskan bahwa pemerintah pusat di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto menempatkan strategi kemandirian ekonomi sebagai prioritas. Langkah ini diwujudkan melalui sinergi antara kebijakan fiskal dan moneter, seperti menjaga likuiditas dan memberikan stimulus yang tepat sasaran guna menjaga daya beli masyarakat.
Pada kesempatan yang sama, Asisten III Sekretariat Daerah Provinsi Bengkulu, RA Deny, menyampaikan bahwa pertumbuhan ekonomi Bengkulu pada Triwulan I 2025 mencapai 4,84 persen (yoy), naik dari 4,25 persen pada periode yang sama tahun sebelumnya. Menurutnya, pertumbuhan ini sejalan dengan capaian nasional dan menjadi awal yang baik untuk tahun berjalan.
Deny menambahkan, pencapaian tersebut merupakan hasil kerja sama lintas sektor, dengan dukungan kuat dari sektor pertanian, peternakan, dan penyaluran bantuan sosial. Ia juga menyoroti pentingnya menjaga inflasi agar tetap stabil di kisaran 2,5% ±1%, sembari mencari sumber pembiayaan alternatif di luar APBN dan APBD untuk mendukung pembangunan daerah.
Sarasehan ini bukan hanya menjadi ajang pemaparan data dan kebijakan, tetapi juga forum penting untuk membangun pemahaman bersama dan memperkuat koordinasi antar pelaku ekonomi. Diskusi yang terbuka di antara peserta menekankan perlunya strategi ekonomi yang inklusif, adaptif, dan berkelanjutan agar Bengkulu dapat bertahan dan tumbuh di tengah ketidakpastian global. RLS