Daerah  

Air Mata di Pasar Panorama: Bangunan Desi Heviani Dihancurkan, Keadilan Kini Diuji di Pengadilan

Katakritis | Bengkulu — Angin keadilan berembus di tengah reruntuhan harapan. Rabu (8/10/2025), Majelis Hakim Pengadilan Negeri Bengkulu melakukan pemeriksaan setempat (PS) di kawasan Pasar Panorama atas perkara perdata yang diajukan Desi Heviani terhadap pihak yang diduga melakukan pembangunan di atas lahan miliknya.

Dalam pemeriksaan tersebut, Majelis hanya mencocokkan objek sengketa dengan bukti dan fakta lapangan, memastikan batas, posisi, dan kondisi lahan sebagaimana tercantum dalam berkas perkara. Proses berjalan tertib dengan pendampingan dari masing-masing pihak dan kuasa hukumnya.

banner 700x300

Bangunan tempat Desi menggantungkan hidup bersama keluarganya telah dihancurkan dengan dalih renovasi pasar dan pembangunan kios baru. Namun di lapangan, kini berdiri bangunan baru yang diduga ilegal, padahal sengketa lahan masih berjalan di pengadilan.

Lebih memilukan, di balik proyek yang disebut sebagai “renovasi”, para pedagang lama justru mengaku dipatok harga untuk bisa menempati kios baru yang dibangun di atas area tersebut. Padahal sebelumnya, mereka sudah menjadi penghuni lama yang berjualan secara sah dan terdata di Pasar Panorama.

“Dulu kami hanya bayar retribusi pasar. Tapi setelah bangunan ini dirobohkan dan dibangun baru, kami disuruh bayar mahal untuk bisa menempati kios. Kami ini rakyat kecil, dari mana uangnya?” ujar salah satu pedagang dengan suara bergetar.

Kuasa hukum Penggugat, Rustam Efendi, S.H., menilai hal ini menunjukkan adanya indikasi pelanggaran serius dan praktik penyalahgunaan kewenangan.

“Dalih renovasi seharusnya untuk memperbaiki fasilitas publik, bukan dijadikan alat untuk menggusur dan menjual kembali hak orang lain. Klien kami kehilangan tempat usaha tanpa dasar hukum yang sah,” tegas Rustam Efendi, S.H. seusai pemeriksaan.

Sementara itu, Desi Heviani tampak terdiam dan menahan air mata saat melihat lokasi yang kini tak lagi sama.

“Bangunan itu dulu tempat kami mencari nafkah. Sekarang sudah rata, diganti dengan bangunan baru yang bahkan bukan milik kami lagi,” ucapnya lirih.

Para pedagang Pasar Panorama yang hadir turut memberikan dukungan moral. Banyak di antara mereka mengaku kecewa dengan kebijakan yang justru menambah penderitaan rakyat kecil.

“Renovasi itu seharusnya menyejahterakan, bukan memberatkan. Kalau semua harus bayar mahal untuk dapat kios, bagaimana kami bisa bertahan hidup?” ujar pedagang lainnya dengan nada kesal.

Dari berbagai informasi yang beredar, proyek pembangunan di kawasan itu juga disebut berkaitan dengan salah satu oknum anggota DPRD yang kini telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus lain. Namun, Majelis Hakim dalam pemeriksaan setempat tetap bersikap netral, hanya mencatat fakta-fakta fisik di lapangan tanpa memberikan penilaian hukum lebih jauh.

Sidang berikutnya akan dilanjutkan Rabu depan, dengan agenda pemeriksaan saksi dari pihak Penggugat. Publik menanti sidang lanjutan ini sebagai ujian bagi keadilan — apakah suara rakyat kecil seperti Desi Heviani dan para pedagang Pasar Panorama masih layak didengar di tengah kerasnya permainan kekuasaan dan kepentingan ekonomi.

Menjelang akhir pemeriksaan setempat, suasana di lokasi tampak penuh haru. Sejumlah pedagang mendekati Desi Heviani, memberi pelukan dan menyatakan dukungan moral agar ia tetap kuat menghadapi proses hukum yang panjang.

“Kami semua di belakang Ibu Desi. Jangan menyerah, Bu. Keadilan pasti datang,” ujar salah satu pedagang sambil menepuk bahunya.

Gelombang dukungan itu terus mengalir hingga Majelis meninggalkan lokasi. Di antara sisa debu bangunan yang telah dihancurkan, harapan baru tumbuh — bahwa perjuangan mencari keadilan tak akan pernah padam, sekalipun di tengah reruntuhan pasar dan kepentingan yang menindas rakyat kecil.

“Yang kami perjuangkan bukan sekadar lahan, tapi hak hidup dan keadilan. Karena yang mereka hancurkan bukan hanya bangunan, tapi juga harapan,” tutup Rustam Efendi, S.H. dengan suara tegas dan bergetar.

banner 400x100
banner 325x300